Dari Firman ini
seakan-akan Allah mau menyatakan bahwa kerja sebagai beban, kutukan, dan
penderitaan. Benarkah demikian? Sesuatu yang terkutuk mestinya tercela dan
harus dihindari. Kalau memang kerja sebagai kutuk, apakah sebaliknya, tidak
kerja sebagai berkat? Pastilah bukan demikian maksudnya. Lalu, apakah maknanya
kerja?
Apalagi bila kita mencermati
tema Prapaska Tahun 2013 ini: Menghargai Kerja: Kerja itu Suci. Renungan untuk
tema ini amat menekankan nilai kerja, bukan semata-mata cara seseorang mencari
rezeki, malainkan sebagai sarana manusia untuk mencapai kesucian. Dengan cara
serupa dengan renungan Prapaska itu, namun tidak sama, saya mau menyoroti makna
kerja.
Kerja merupakan serangkaian gerak
khasmanusia yang mempunyai arti dan tujuan. Tujuannya tidak sekedar mencari
rezeki, lebih jauh daripada itu bekerja juga memainkan peranan dan bahkan kunci
manusia untuk merealisasikan dirinya sebagai makhluk yang mempertinggi mutu
hidupnya. Dengan bekerja manusia memuliakan martabatnya, menjadi makhluk yang
lebih luhur. Sebaliknya manusia yang malas, yang tidak mau bekerja, tidak
melakukan aktivitasnya, ialah yang mengingkari hakekat manusianya. Karena pada
hakekatnya manusia adalah makhluk yang bekerja (homofaber).
Justru manusia yang malaslah yang
dikutuk oleh semua agama dan oleh setiap sistem budaya. Kemalasan, sekalipun
bukan satu-satunya penyebab, dapat mengakibatkan abadinya kebodohan,
langgengnya kemiskinan, dan lestarinya penderitaan. Dengan bekerja kita
memenuhi kebutuhan hidup kita akan sandang, pangan, dan papan. Ini yang
pokok.Namun itu minmal, karena di samping itu, dengan bekerja pula, kita ingin
hidup bahagia dan nyaman. Sehingga sisi kemanusiaan manusia kian penuh, artinya
perkembangan secara integral baik itu bio-psikis, fisik, intelektual, dan
aktivitas individualnya dapat direalisasikan.
Di samping itu, kerja pula dapat
menjadi sarana penentram batin, perangsang hidup, wahana melatih dan mengasah
potensi diri, dan bahkan sebagai sarana hiburan bilamana memang itu sesuai
dengan minat dan bakat, sehingga akan mendatangkan kepuasan batin. Namun kalau
harus mencari, dan bukan mencitakan lapangan pekerjaan, zaman sekarang
memangkian sulit karena sempitnya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan
kepribadian. Sementara orang bekerja terpaksa, karena tidak mendapatkan
pekerjaan yang diharapkan. Lalu, kerja dirasakan sebagai beban.
Sesungguhnya, kerja tidak
boleh diterima sebagai beban atau kutukan, melainkan berkah. Tetapi memang,
kerja dapat menjadi kutukan bilamana pekerjaan-pekerjaan itu berlebihan,
monoton,membosankan, dan akhirnya akan mematikan semangat, membunuh roh, dan
menjadi semacam pengasingan. Kerja juga menjadi kutukan apabila sejumlah besar
kerjayang dijalankan berakhir dengan kegagalan.
Kerja dapat menjadi
kutukan,lebih-lebih, manakala kondisi-kondisi kerja sedemikian rupa
sehingga di bawah kondisi-kondisi tersebut, manusia bukannya bertumbuh dan
mendapat kepuasan, melainkan menjadi semakin buruk dari segi fisik dan moral.
Kerja menjadi berkah bilamana dihayati
sebagai perwujudan kemanusiaan yang kian penuh. Sebuah lembaga yang didirikan
oleh Josemaria Escriva, Opus Dei (KaryaTuhan, Karya Allah, atau Pekerjaan
Tuhan) justru menentukan sentral spiritualitasnya dalam kerja. GerakanOpus Dei
bertujuan mengajak setiap orang untuk mencari dan menemukan kesucian (kekudusan)
dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari (santifying work).
Opus Dei mengajak agar
dalam hidup keseharian, kita selalu dapat mejadikan pekerjaan apa pun, sebagai
cara guna mendekatkan diri kepada Tuhan dan semakin mengarahkan persatuan dengan
Allah dalam diri Yesus Kristus. Menurut gerakan Opus Dei, menguduskan kerja
berarti bekerja menurut semangat Yesus Kristus. Bekerja dengan kompetensi dan
etika,dengan tujuan mencintai Tuhan dan melayani sesama.
Bagi anggota Opus Dei,
dalam keseharian hidup (ordinary life) mereka berupaya mencapai kesucian kerja
(santifying work), dengan doa dan pengorbanan (prayer and sacrifice), dengan
kedermawanan (charity), kebebasan (freedom),keutuhan hidup (unity of life)
dalam kesadaran sebagai putra-putri Allah (devinefiliation). Spiritualitas Opus
Dei ini, menurut saya, sungguh-sungguh indah. Tanpa harus menjadi anggota
lembaga ini, kita dapat mengambil spiritualitas tersebut untuk kita hayati
dalam kehidupan kita. Beruntunglah,dengan tema Prapaska tahun ini, Menghargai
Kerja: Kerja itu Suci, kita dapat dibantu untuk menghayati pekerjaan kita
dengan cara sudut pandang atau persfektif baru, yakni dalam iman kristiani.
Kerja dapat menjadi ibadah yang
mennyucikan hidup kita bila dihayati sebagai sarana pelayanan, tujuan untuk
mengabdi sesama, dan bukan sebaliknya, untuk memperkaya diri, dengan semangat
egoisme dan bukan sosial, materialistis dan bukan spiritualistis, terlepas dari
sesama dan Tuhan dan bukan merupakan partisipasi dalam karyaNya untuk
keselamatan sesama.
Dalam Injil Yohanes (5:17) dengan
jelas Yesus bersabda, “Bapa-Kubekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja
juga”. Ia pun menasihati para murid-Nya, “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang
dapat binasa, melainkan untuk makanan yang yang bertahan sampai kepada hidup
yang kekal” (Lih. Yoh 6:27).
Menghayati hidup dalam keutuhan, berartikita
tidak memisahkan antara kerja dengan ibadah, pun tidak menggantikannya satu
dengan yang lain seperti, misalnya, tidak bisa bercampurnya minyak dengan air.
Sebagaimana nasihat dalam kitab Amsal, “Muliakanlah Tuhan dengan hartamu”(Ams
3:9). Hidup yang utuh adalah hidup yang lengkap, karena “Manusia hidupbukan
dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”(Ul 8:3;
Mat 4:4).
Pekerjaan harus dipandang sebagai sarana, seperti dikatakan orang Jawa,
gogogogo, singkatan dari (kerata bhasa) golek sega, golek swarga (baca: golek
sego, golek swargo), artinya, manusia hidup itu ya mencari nasi (baca: rezeki)
dan mencari sorga. Pada saat kita beribadah, memohon kepada Tuhan menguduskan
pekerjaan kita agar memperoleh berkah, sebaliknya ketika kita bekerja mohon
petunjuk kepadaNya supaya menjadi ibadah. Kerja menjadi ibadah manakala kita
manfaatkan rezeki hasil kerja itu diperoleh dengan cara kerja yang baik dan
benar dan kita pergunakan pula untuk tujuan yang baik dan benar. Kebanaran dan
kebaikan sejati ada dalam Allah. KepadaNya segala sesuatu berasal dan kepadaNya
segalaNya kembali. Semoga. *** (RD.Andreas Basuki W.)(Sumber : http://keuskupantanjungkarang.webs.com/apps/blog/show/25290272-menghayati-kerja-sebagai-ibadah(