Sabtu, 21 Desember 2013

MENGHAYATI KERJA SEBAGAI IBADAH

       
Setelah manusia pertama, dalam Kitab Suci, Adam dan Hawa, jatuh dalam dosa, Tuhan Allah berfirman, “Terkutuklah tanah..., dengan susah payah engkau akan mencari rezekimu..., dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah....”(lih. Kej. 3:17-19).
         Dari Firman ini seakan-akan Allah mau menyatakan bahwa kerja sebagai beban, kutukan, dan penderitaan. Benarkah demikian? Sesuatu yang terkutuk mestinya tercela dan harus dihindari. Kalau memang kerja sebagai kutuk, apakah sebaliknya, tidak kerja sebagai berkat? Pastilah bukan demikian maksudnya. Lalu, apakah maknanya kerja?
        Apalagi bila kita mencermati tema Prapaska Tahun 2013 ini: Menghargai Kerja: Kerja itu Suci. Renungan untuk tema ini amat menekankan nilai kerja, bukan semata-mata cara seseorang mencari rezeki, malainkan sebagai sarana manusia untuk mencapai kesucian. Dengan cara serupa dengan renungan Prapaska itu, namun tidak sama, saya mau menyoroti makna kerja.
       Kerja merupakan serangkaian gerak khasmanusia yang mempunyai arti dan tujuan. Tujuannya tidak sekedar mencari rezeki, lebih jauh daripada itu bekerja juga memainkan peranan dan bahkan kunci manusia untuk merealisasikan dirinya sebagai makhluk yang mempertinggi mutu hidupnya. Dengan bekerja manusia memuliakan martabatnya, menjadi makhluk yang lebih luhur. Sebaliknya manusia yang malas, yang tidak mau bekerja, tidak melakukan aktivitasnya, ialah yang mengingkari hakekat manusianya. Karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang bekerja (homofaber).
       Justru manusia yang malaslah yang dikutuk oleh semua agama dan oleh setiap sistem budaya. Kemalasan, sekalipun bukan satu-satunya penyebab, dapat mengakibatkan abadinya kebodohan, langgengnya kemiskinan, dan lestarinya penderitaan. Dengan bekerja kita memenuhi kebutuhan hidup kita akan sandang, pangan, dan papan. Ini yang pokok.Namun itu minmal, karena di samping itu, dengan bekerja pula, kita ingin hidup bahagia dan nyaman. Sehingga sisi kemanusiaan manusia kian penuh, artinya perkembangan secara integral baik itu bio-psikis, fisik, intelektual, dan aktivitas individualnya dapat direalisasikan.
        Di samping itu, kerja pula dapat menjadi sarana penentram batin, perangsang hidup, wahana melatih dan mengasah potensi diri, dan bahkan sebagai sarana hiburan bilamana memang itu sesuai dengan minat dan bakat, sehingga akan mendatangkan kepuasan batin. Namun kalau harus mencari, dan bukan mencitakan lapangan pekerjaan, zaman sekarang memangkian sulit karena sempitnya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian. Sementara orang bekerja terpaksa, karena tidak mendapatkan pekerjaan yang diharapkan. Lalu, kerja dirasakan sebagai beban.
         Sesungguhnya, kerja tidak boleh diterima sebagai beban atau kutukan, melainkan berkah. Tetapi memang, kerja dapat menjadi kutukan bilamana pekerjaan-pekerjaan itu berlebihan, monoton,membosankan, dan akhirnya akan mematikan semangat, membunuh roh, dan menjadi semacam pengasingan. Kerja juga menjadi kutukan apabila sejumlah besar kerjayang dijalankan berakhir dengan kegagalan.
        Kerja dapat menjadi kutukan,lebih-lebih,  manakala kondisi-kondisi kerja sedemikian rupa sehingga di bawah kondisi-kondisi tersebut, manusia bukannya bertumbuh dan mendapat kepuasan, melainkan menjadi semakin buruk dari segi fisik dan moral.
       Kerja menjadi berkah bilamana dihayati sebagai perwujudan kemanusiaan yang kian penuh. Sebuah lembaga yang didirikan oleh Josemaria Escriva, Opus Dei (KaryaTuhan, Karya Allah, atau Pekerjaan Tuhan) justru menentukan sentral spiritualitasnya dalam kerja. GerakanOpus Dei bertujuan mengajak setiap orang untuk mencari dan menemukan kesucian (kekudusan) dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari (santifying work).
         Opus Dei mengajak agar dalam hidup keseharian, kita selalu dapat mejadikan pekerjaan apa pun, sebagai cara guna mendekatkan diri kepada Tuhan dan semakin mengarahkan persatuan dengan Allah dalam diri Yesus Kristus. Menurut gerakan Opus Dei, menguduskan kerja berarti bekerja menurut semangat Yesus Kristus. Bekerja dengan kompetensi dan etika,dengan tujuan mencintai Tuhan dan melayani sesama.
         Bagi anggota Opus Dei, dalam keseharian hidup (ordinary life) mereka berupaya mencapai kesucian kerja (santifying work), dengan doa dan pengorbanan (prayer and sacrifice), dengan kedermawanan (charity), kebebasan (freedom),keutuhan hidup (unity of life) dalam kesadaran sebagai putra-putri Allah (devinefiliation). Spiritualitas Opus Dei ini, menurut saya, sungguh-sungguh indah. Tanpa harus menjadi anggota lembaga ini, kita dapat mengambil spiritualitas tersebut untuk kita hayati dalam kehidupan kita. Beruntunglah,dengan tema Prapaska tahun ini, Menghargai Kerja: Kerja itu Suci, kita dapat dibantu untuk menghayati pekerjaan kita dengan cara sudut pandang atau persfektif baru, yakni dalam iman kristiani.
       Kerja dapat menjadi ibadah yang mennyucikan hidup kita bila dihayati sebagai sarana pelayanan, tujuan untuk mengabdi sesama, dan bukan sebaliknya, untuk memperkaya diri, dengan semangat egoisme dan bukan sosial, materialistis dan bukan spiritualistis, terlepas dari sesama dan Tuhan dan bukan merupakan partisipasi dalam karyaNya untuk keselamatan sesama.
      Dalam Injil Yohanes  (5:17) dengan jelas Yesus bersabda, “Bapa-Kubekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga”. Ia pun menasihati para murid-Nya, “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan untuk makanan yang yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal” (Lih. Yoh 6:27).
      Menghayati hidup dalam keutuhan, berartikita tidak memisahkan antara kerja dengan ibadah, pun tidak menggantikannya satu dengan yang lain seperti, misalnya, tidak bisa bercampurnya minyak dengan air. Sebagaimana nasihat dalam kitab Amsal, “Muliakanlah Tuhan dengan hartamu”(Ams 3:9). Hidup yang utuh adalah hidup yang lengkap, karena “Manusia hidupbukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”(Ul 8:3; Mat 4:4).
       Pekerjaan harus dipandang sebagai sarana, seperti dikatakan orang Jawa, gogogogo, singkatan dari (kerata bhasa) golek sega, golek swarga (baca: golek sego, golek swargo), artinya, manusia hidup itu ya mencari nasi (baca: rezeki) dan mencari sorga. Pada saat kita beribadah, memohon kepada Tuhan menguduskan pekerjaan kita agar memperoleh berkah, sebaliknya ketika kita bekerja mohon petunjuk kepadaNya supaya menjadi ibadah. Kerja menjadi ibadah manakala kita manfaatkan rezeki hasil kerja itu diperoleh dengan cara kerja yang baik dan benar dan kita pergunakan pula untuk tujuan yang baik dan benar. Kebanaran dan kebaikan sejati ada dalam Allah. KepadaNya segala sesuatu berasal dan kepadaNya segalaNya kembali. Semoga. *** (RD.Andreas Basuki W.)

(Sumber : http://keuskupantanjungkarang.webs.com/apps/blog/show/25290272-menghayati-kerja-sebagai-ibadah(

 
Design by Free Themes | Bloggerized by Krist - Premium Blogger Themes | God Bless U